Sabtu, 24 September 2011

Diary on December

part 6



“Van, gue pulang!” teriak Rani sembari membawa barang belanjaannya.

Rivan berlari menghampiri Rani sambil memegang perutnya.

“Ran lo kemana aja sih? Masa pergi lama banget! Lo ga kasian ma gue ma yang lain? Kita semua kelaperan!” Rivan kesal.
“Jadi yang lain masih di sini Van?” tanya Rani dengan merasa bersalah
“Iya mereka semua mau nginep sini. Pusshi juga kasian tuh belum makan. Kan mama belum belanja, bi Siti juga masih pulang kampung”
“Aduh, sori banget. Tadi gue di paksa Alice ikut ke opening salon tantenya dan tadi gue di paksa jadi model”
“Lo jadi model Ran? Gak salah?” Rivan kaget setengah mati, adiknya yang tomboy abis jadi model? Gak mungkin!
“Iya Van! Sumpah! Ya udah sekarang lo bantuin gue masak! Masak-masak dikit bisa kan lo! Sekarang lo bantuin gue bawa belanjaan ke dapur terus kita masak!”
“Sip bos!”

***

“Ran, gue sekarang mesti apa?” tanya Rivan
“Di keresek ada ikan Salmon dua potong! Sekarang lo cuci tu ikan, satu ikan lo potong tiga bagian. Yang satu lagi ga usah lo apa-apain. Lo taro aja dulu. Kalo udah lo tempatin terus lo kasihin ke Pusshi, bilangin ke Pusshi kalo gue lagi sibuk masak jadi nanti gue baru bisa mandiin dia” cerocos Rani, tapi Rivan tetap mengerjakan apa yang di perintahkan oleh Rani.

Gara-gara di suruh ikut ke TRS Pusshi mandinya jadi kemaleman. Kasihan Pusshi, udah seminggu dia gak mandi. Kebanyakan kucing emang takut sama air, tapi buat Pusshi lain. Pusshi seneng banget kalo di mandiin. Pokonya Pusshi kucing yang paling lucu deh.

Tak lama Rivan kembali dari kebun belakang, Pusshi memang senang sekali bermain di kebun belakang. “Ran, udah gitu gue ngapain lagi?” tanya Rivan

Rani sedang sibuk dengan masakannya, pandangannyapun tak perpaling dari masakan, “Lo suruh yang lain turun, lo siapin piring di meja. Masakannya udah mau mateng”

“Sip bos!”

***

Masakan yang di buat oleh rani telah terhidangkan di meja makan. Pusshipun sedang asik menyantap makan malamnya. Di halaman belakang. Sementara Rivan sedang memanggil teman-temannya untuk makan malam bersama di ruang makan. Makanan yang tersaji di meja makan cukup banyak mengingat ada teman-teman Rivan. Makanannyapun terlihat begitu menggugah selera untuk sesegera mungkin menyantapnya. Aroma yang tercium dari masakan tersebut menyerbak ke seluruh ruangan makan, sehingga Rivan dan teman-temannya mempercepat langkah mereka.

            “Ran, serius nih lo yang masak?” tanya Dira, dengan pandangan yang tidak terlepas dari hidangan tersebut.
“Ya iyalah masa gue bohong, ya udah sekarang kalian nikmatin aja makan malemnya. Gue mau mandiin Pusshi dulu. Kasian dia udah seminggu gak mandi?” Rani menyunggingkan senyum manisnya yang serta merta membuat sesuatu yang aneh di dalam hati Lukas. Sesuatu yang tak bisa ia jelaskan, sesuatu yang ia sendiripun tak tau itu apa.
“Elo ga makan Ran?”
“Gue udah makan ko! Tadi sebelum gue pulang, gue makan dulu”
“Oke, ntar lo gabung ma kita ya di ruang tamu” kata Rivan sembari mengambil masakan yang telah berda di meja makan
“Oke, nanti gue bawain camilan sekalian!” Ranipun berjalan menuju halaman belakang. Di ikuti senyuman yang terpancarkan dari mata Lukas, yang terus memandang kepergian Rani.


***

Setelah memandikan Pusshi. Pusshi tertidur lelap dan Ranipun turun ke bawah, menuju ruang tamu. Sebelum menuju ruang tamu Rani mengambil beberapa camilan dan minuman untuk di bawanya ke ruang tamu dan di nikmati bersama Rivan dan teman-temannya.

“Rivan! Bantuin gue bawa ini dong!” teriak Rani dari dapur
“Iya-iya bentar!”

Semalaman mereka larut dalam perbincangan yang mengasikan, banyak hal yang mereka perbincangkan. Suasana malam itu sangat menyenangkan. Canda dan tawa terpancarkan dari wajah masing-masing. Termasuk Lukas. Sesekali pandangan Lukas bertemu dengan pandangan Rani. Dan setiap kali itu terjadi, ada sesuatu yang tak bisa di jelaskan. Perasaan yang ingin selalu untuk melihat Rani. Ingin melihat tawanya, ingin melihat senyumnya.

Namun waktu terus berjalan dan mengakhiri perbincangan mereka. Jam yang sudah menunjukan pukul satu dini hari membuat Rani harus bergegas tidur karena besok dia sekolah.

Keesokan paginya Rani bangun tepat pukul enam pagi. Rani cepat-cepat mandi dan bersiap-siap sekolah. Setelah itu ia sibuk menyiapkan sarapan untuk Rivan dan teman-temanya. Namun jam sudah menunjuk pukul setengah tujuh. Tiga puluh menit lagi kelasnya di mulai. Rani cepat-cepat membangunkan Rivan dan teman-temanya.

“Van, lo anterin gue ke sekolah bisa ga? Please! Udah telat nih”
“Sori Ran, bukannya gue gak mau tapi mobil gue lagi di bengkel”
“Udah biar gue yang anter Rani” terdegar suara dari arah belakang. Seketika itu Ranipun menoleh dan di dapatinya Lukas sudah rapih dengan mengenakan kaos berwarna biru aqua dan celana jins. Yang membuat dirinya terlihat begitu rupawan.
“Beneran nih ga papa Kas?” tanya Rani
“Udah buru. Gue bawa motor ko!”

Motor Lukas yang berwarna hitam berhenti tepat di depan gerbang sekolah Rani. Semua orang yang berada di lapangan termasuk Alice dan Linda ternganga melihatnya. Apalagi saat melihat helm yang membungkus kepalanya di buka. Semua mata hanya tertuju pada mereka.

“Kas! Makasi banget ya!gue duluan ya!”
“Oke bye!” Lukas menyinggungkan senyuman kecil yang membuat cewek-cewek meleleh melihatnya.

Tujuh menit lagi bel masuk berbunyi. Ranipun menghampiri dua temanya yang masih tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Rani di antar oleh Lukas. Anggota OverBlue. Anggota band yang sedang di gilai oleh para remaja. Sungguh beruntung nasib Rani.

“Hey! Kalian kenapa ko bengong?” tanya Rani kepada dua temannya yang sedari tadi masih mematung.
“Ran, tadi itu Lukas kan? Kak Lukas kan? Kak Lukas anggota OverBlue?” Alice balik bertanya
“Iya, tadi Rivan gak bisa nganter gue. Jadi Lukas yang nganterin gue”
“Lo beruntung banget Ran!”
“Lin, lo gak papa kan? Serius gue gak punya rasa sama Lukas. Lagian gue setia kawan ko!” Rani teringat bahwa sahabatnya Linda sedang naksir Lukas. Ranipun cemas kalau sahabatnya salah sangka
“Ga papa kali Ran! Santai aja! Lagian gue naksir kak Lukas kan Cuma sekedar naksir-naksiran! Gue cuma ngefans ko! Santai aja. Lagiaaan…..” wajah Linda memerah dan bibirnya membentuk senyum
Rani dan Alice saling memandang satu sama lain. Tersiratkan tanda tanya yang besar di mata mereka. Ada apa dengan sahabatnya, “Lagian apa?” tanya Rani dan Alice bersamaan
Muka Linda semakin memerah, “Gue… gue di tembak Niko”
“Apaaa?!” tanya Rani dan Alice yang lagi-lagi bersamaan
“Iya.. Niko anak sebelas tujuh. Yang waktu itu gak sengaja nabrak gue. Yang gue keceng dari dulu”
“Niko yang jago dance itu?” Rani dan Alice masih tidak percaya
“He-eh”
“Yang sawo matang?”
“He-eh”
“Yang jago renang juga?”
“Iya!”
“Yang…”
“Iya-iya! Udah akh ribet deh lo berdua”

Triiiiiiiiiiiing…
Bel pelajaran pertama di mulai

Rani, Alice, dan Linda pun bergegas menuju kelasnya. Pelajaran pertama adalah matematika yang membuat otak Rani panas. Namun di tengah-tengah pelajaran Bu Iis wali kelas sepuluh satu masuk dengan seorang cowok di sebelahnya. Cowok yang belum pernah Rani lihat di sekolah ini. Dan Rani yakin dia adalah murid baru di sekolah ini. Murid baru yang bisa masuk kelas sepuluh satu adalah murid yang punya nilai prestasi tinggi dan hanya kalangan tertentu yang bisa berada di sini. Dalam hati Rani meyakini pasti Cowok itu pintar makanya bisa masuk kelas ini. Setidaknya mempunyai kelebihan. Karena kelas sepuluh satu adalah kelas unggulan.

Namun semakin lama melihat cowok tersebut Rani merasakan hal yang berbeda. Sesuatu yang aneh. Sesuatu yang mengingatkan dia pada sesuatu, namun Rani belum bisa meningat sesuatu tersebut.

Rani yang sibuk berpikir tentang ingatannya tersebut tidak memperhatikan ketika cowok tersebut melakukan perkenalan. Dan Rani tersadar dari lamunanya ketika Bu Iis menyuruh cowok tersebut untuk duduk di sebelah Rani. Karena Rani memeng duduk seorang diri.

Cowok tersebut berjalan kearah meja Rani dan segera duduk. Tatapan cowok tersebut sangatlah dingin. Tak ada senyuman yang tersiratkan dari bibirnya sedikitpun. Sementara itu Bu Iis meninggalkan kelas dan Pak Agung pun meneruskan pelajarannya. 2X45 menit pelajaran matematika berlangsung. Namun sekarang baru berjalan 30 menit. Dan itu membuat kepala Rani seperti berdenyut-denyut.

Tiba-tiba Pak Agung menyuruh semuanya mengeluarkan kertas. Pak agung memberikan quis dadakan yang langsung membuat perut Rani terasa melilit. Pak Agung memberikan quis soal matematika yang baru saja di pelajari. Duh mati gue! Ucap Rani dalam hati. Namun dewi fortuna masih berpihak pada Rani. Pak Agung membolehkan bekerja sama. Namun hanya dengan teman sebangku. Gak papa deh. Daripada sendirian. Bisa makin parah, pikir Rani.

“Hai” ucap Rani pada teman sebangkunya. Namun teman barunya tersebut tak memperdulikan ucapan Rani. Dia tetap fokus pada soal-soal yang di berikan Pak Agung. Rani sedikit kesal karena mendapatkan perlakuan seperti itu. Namun Rani bersabar.
“Hai” di ulangnya kata-katanya
Akhirnya cowok di sebelahnya ini menoleh dan membuka mulut,“Hai”
“Nama lo siapa?”
“Kan tadi di depan gue udah kasih tau”
Kekesalan Rani bertambah. Belagu banget sih ni cowok! Gerutunya dalam hati, “Sori, tadi gue gak denger”
“Lo budek?” tanya cowok itu datar
“Hah? Ga! Tadi gue cumaaa…”
“Cuma lagi ngelamun! Ga baik ngelamun pas pelajaran” potongnya cepat
“Ya, udahlah!  Kalo lo ga mau ngasih tau nama lo! Ya udah!!!” Rani semakin kesal
Cowok tersenyum geli melihat Rani. Senyuman yang baru ia perlihatkan semenjak Bu Iis mengantarkannya, “Nama gue Dicky. Dicky De Angelo”
Mata Rani membulat tak percaya! Dicky De Angelo? Nama mirip dengan dirinya juga Rivan. Tak banyak orang yang memberi namanya dengan Angelo ataupun Angela. Dan perbandinganya satu banding sepuluh ribu orang, “Serius! Nama lo siapa?”
“Kan udah gue bilang! Nama gue Dicky De Angelo. Nama lo siapa?”
“Gu.. gu.. gue Angelina Diary. Panggil aja Rani”
“Waw! Angelina. Nama yang bagus. Daaan… mirip banget sama nama gue”
“Ee… iya. Ko bisa kebetulan ya? Nama lo mirip sama gue. Dan mirip banget sama kakak gue”
“Lo punya kakak? Waw! Emang nama kakak lo siapa?”
“Angelo De Dhivan”

Merekapun terdiam dalam keheningan yang mereka ciptakan. Sama-sama terkejut dengan kemiripan nama mereka. Dan tak lama kemudian Pak Agung memerintahkan untuk segera mengumpulkan tugas mereka. Karena tak lama lagi bel istirahat berbunyi.

Triiiiing… Bel istirahat berbunyi

Dicky segera mengumpulkan tugas tersebut dan segera melangkah keluar kelas. Dengan tatapan yang dingin.

Rani masih membeku dengan semua yang terjadi tadi. Kemiripan nama yang sangat langka. Sebuah ingatan yang mengingatkan pada seseorang masalalu yang pernah mengisi hari-hari Rani satu tahun silam. Dan sekarang Rani tahu apa yang sempat menjadi tanda tanya di dalam hatinya tersebut. Sebuah pertanyaan yang terjawabkan. Ranipun merasakan sakit yang teramat dalam di hatinya.

Dicky. Ya Dicky. Dicky De Angelo. Matanya. Senyumnya. Semuanya.
Sungguh sakit rasanya. Apakah maksud dari semua ini? Mengapa dia megitu mirip?
Rani merasakan sakit yang teramat sangat di dalam hatinya. Pandangannya buram. Matanya berkaca-kaca tak kuat merasakan sakit itu. Ingatannya tentang satu tahun silam. Luka di hatinya yang belum kering kini basah lagi. Dan Ranipun tak sadarkan diri.

***

“Ran! Rani bangun. Lo kenapa sayang?” mata Alice menyiratkan kekhawatiran. Sudah tiga pelajaran berlalu namun Rani belum juga sadarkan diri.
“Ran, sadar dong please” Linda yang sibuk menghubungi kak Rivanpun panik. Kak Rivan tak dapat di hubungi. HPnya gak aktif. Sementara Rani masih belum sadarkan diri.

Tak lama kemudian. Mata Rani bergerak, mata Rani perlahan-lahan membuka. Terlihat ruangan putih di sekelilingnya. Yang ia yakini itu adalah UKS sekolahnya.

“Rani! Akhirnya lo sadar juga cinta!”
“Iya Ran! Udah tiga matapelajaran lo lewatin dengan tidur di sini. Lo kenapa sih Ran bisa begini?”
Namun Rani tak menjawab. Rani tak kuat kembali ke masa itu. Rani belum bisa sepenuhnya. Melepaskan dia! Melepaskannya untuk selamanya. Kedua sahabat Rani memang belum mengetahui cowok baru yang duduk di sebelah Rani. Karena sewaktu perkenalan, mereka berdua sedang berada di toilet.

“Lice..” Rani buka mulut, “Anter gue pulang bisa?”
“Ya udah sekarang kita pulang!” suara Alice masih menyisakan kekhawatiran.

***

Rani terdiam memandang kearah jendela luar kamarnya. Rani melihat air yang berjatuhan dari awan, melihat jendela kamarnya berembun. Dan berusaha menenangkan diri. Sementara Pusshi sedang di halaman belakang.

Tok..tok…tok!

Tak ada jawaan yang di berikan Rani. Akhirnya pintu itupun terbuka. Terlihat Rivan melangkahkan kakinya memasuki kamar Rani. Tersirat sebentuk ketakutan terhadap adiknya. Rivan telan mengetahui semua kejadian di sekolah dari Alice. Terdengar alunan musik dari HP Rani.

I'm so glad you made time to see me 
How's life, tell me how's your family?
 
I haven't seen them in a while
 
You've been good, busier than ever
 

“Ran…” sapa Rivan dengan lembut. Lalu Rivan duduk di sebelah adiknya.
“Mata itu Van” suara Rani bergetar.

We small talk, work, and the weather 
Your guard is up and I know why
 
Because the last time you saw me
 
It still burned in the back of your mind
 
You gave me roses and I left them there to die
 

“Mata siapa Ran?”
“Senyumnya”

“…”

So this is me swallowing my pride
 
Standing in front of you
 
Saying I'm sorry for that night
 
And I go back to December all the time
 

Rani menarik napas panjang “Senyumnya, matanya, semuanya Van”
“Siapa Ran?” tanya Rivan lembut
“Kecelakaan itu….”

It turns out freedom aint nothing but missing you
 
Wishing that I realized what I had when you were mine
 
I go back to December, turn around and make it all right
 
I go back to December all the time
 

Sekarang Rivan mengetahui apa yang sedang Rani alami. Apa yang sedang adiknya alami. Rivan merengkuh badan adiknya. Rivan memeluk tubuhnya. Mendekapnya hangat. Tubuh Rani bergetar dalam pelukan Rivan. Emosinya tak tertahankan. Pertahanannya hancur. Dirinya melemah. Menangis. Ketakutan. Kehilangan. Kepedihan. Semuanya menjadi satu.

These days I haven't been sleeping
 
Staying up playing back myself leaving
 
When you birthday passed
 
And I didn't call
 

Then I think about summer, all the beautiful times
 
I watched you laughing
 
From the passenger side
 
And I realized I loved you in the fall
 

“Namanyapun Dicky Vaaan!” ucap Rani di sela-sela tangisnya dalam pelukan Rivan. Rani menangis. Menangis sepuasnya. Emosinya meluap.

And then the cold came, the dark days
 
When fear crept into my mind
 
You gave me all your love
 
And all I gave you was goodbye
 

So this is me swallowing my pride
 

Standing in front of you
 
Saying I'm sorry for that night
 
And I go back to December all the time
 

“Namanya juga mirip Van! Dicky De Angelo!”
Rivanpun sontak terkejut mendengar kata-kata itu keluar dari mulut adiknya

It turns out freedom aint nothing but missing you
 
Wishing that I realized what I had when you were mine
 
I go back to December, turn around and change my own mind
 
I go back to December all the time
 

I miss your tan skin, your sweet smile
 
So good to me, so right
 
And how you held me in your arms
 
That September night
 

The first time you ever saw me cry
 
Maybe this is wishful thinking
 
Probably mindless dreaming
 
But if we loved again I swear I'd love you right
 

Rani larut dalam tangisnya, “De Dicky Angelo. Dicky De Angelo! Mereka mirip Van! Apa maksud semuanya!”
“Tenang Ran, tenang”
“Kenapa Van, kenapa?”

I'd go back in time and change it but I can't
 
So if the chain is on your door, I understand
 

But this is me swallowing my pride
 
Standing in front of you
 
Saying I'm sorry for that night
 
And I go back to December
 

“Dan kenapa dia datang pada bulan ini! Bulan di mana aku bertemu Dicky pertama kali! Bulan dimana AKU KEHILANGAN DICKY UNTUK SELAMANYA!”
“Tenang Ran, tenang”
“Kenapa Van? Kenapa dia dateng? Dateng dengan semua kemiripan yang ada? Kenapa? Dan kenapa dia dateng pada bulan ini? Bulan DESEMBER!? KENAPA?!” teriak Rani di sela tangisnya. Dan semuanyapun hening. Hanya terdengar lantunan musik dan turunnya hujan. Juga isak tangis Rani.

It turns out freedom aint nothing but missing you
 
Wishing that I realized what I had when you were mine
 
I go back to December, turn around and make it all right
 
I go back to December, turn around and change my own mind
 
I go back to December all the time
 

Setelah Rani tenang, Rivanpun melepaskan pelukannya. Disandarkan punggung Rani di bantal, “Gue ambilin teh anget ya”
“Ga usah. Anterin gue ke Dicky sekarang”

All the time...
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar